“Terwujudnya Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Transparan Dan Akuntabel Melalui Pengawasan Yang Profesional Sehingga Meningkatkan Akuntabilitas Kinerja Yang Berorientasi Pada Pencapaian Hasil Yang Optimal Dan Bermanfaat”

I made this widget at MyFlashFetish.com.

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 25 TAHUN 2010

TENTANG

PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR
DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang       : a.  bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 5 ayat (9) dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mengamanatkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengatur Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dengan pertimbangan Menteri Keuangan;
                            b.  bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
Mengingat         : 1.  Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang­Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2.    Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
3.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);
4.    Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025);
5.    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);
6.    Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3530);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan        :      PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PENGHITUNGAN DASAR PENGENAAN PAJAK KENDARAAN BERMOTOR DAN BEA BALIK NAMA KENDARAAN BERMOTOR.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1.      Kendaraan Bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat, dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan Iainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
2.     Kendaraan Bermotor Angkutan Umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang dan/atau orang dengan dipungut bayaran.
3.      Pajak Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disingkat PKB, adalah pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor.
4.      Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disingkat BBN-KB, adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha.
5.      Kendaraan bermotor ubah bentuk adalah kendaraan bermotor yang mengalami perubahan teknis dan/atau serta penggunaannya.
6.      Alat-alat berat dan alat-alat besar yang bergerak adalah alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen.
7.      Nilai Jual Kendaraan Bermotor, yang selanjutnya disingkat NJKB, adalah Harga Pasaran Umum atas suatu kendaraan bermotor.
8.      Harga Pasaran Umum, yang selanjutnya disingkat HPU, adalah harga rata-rata yang diperoleh dari berbagai sumber data yang akurat.
9.      Tahun Pembuatan adalah tahun perakitan dan/atau tahun yang ditetapkan berdasarkan registrasi dan identifikasi oleh pihak berwenang.
10.   Umur rangka/body adalah umur kendaraan bermotor di air yang dihitung dari tahun pembuatan rangka/body.
11. Umur motor adalah umur motor kendaraan bermotor di air yang dihitung dari tahun pembuatan.

BAB II
PENGHITUNGAN DAN PENETAPAN
DASAR PENGENAAN PKB DAN BBN-KB

Bagian Kesatu
Kendaraan Bermotor selain Kendaraan Bermotor yang Dioperasikan
di Air dan Alat-Alat Berat dan Alat-Alat Besar

Pasal 2
(1) Penghitungan dasar pengenaan PKB ditetapkan berdasarkan perkalian dari 2 (dua) unsur pokok:
a.           NJKB; dan
b.           bobot yang mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor.
(2)   NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditetapkan berdasarkan HPU atas suatu kendaraan bermotor pada minggu pertama bulan Desember tahun 2009.
(3)   Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan faktor-faktor:
a.   tekanan gandar, yang dibedakan atas jumlah sumbu/as, roda, dan berat kendaraan bermotor;
b.   jenis bahan bakar kendaraan bermotor, yang dibedakan menurut solar, bensin, gas, listrik, tenaga surya, atau jenis bahan bakar lainnya; dan
c.   jenis, penggunaan, tahun pembuatan, dan ciri-ciri mesin kendaraan bermotor yang dibedakan berdasarkan jenis mesin 2 tak atau 4 tak, dan isi silinder.
(4)   Bobot sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan sebagai berikut:
a.   sedan, sedan station, jeep, station wagon, minibus, microbus, bus, sepeda motor dan sejenisnya serta alat-alat berat dan alat- alat besar, sebesar 1 (satu); dan
b.   mobil barang/beban, sebesar 1,3 (satu koma tiga).

Pasal 3
Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tercantum pada kolom 8 Lampiran I Peraturan Menteri ini.

Pasal 4
(1)    NJKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dijadikan dasar pengenaan BBN-KB.
(2)    NJKB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada kolom 6 Lampiran I Peraturan Menteri ini.

Pasal 5
(1)   Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk kendaraan bermotor angkutan umum orang ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen).
(2)   Dasar pengenaan BBN-KB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) untuk kendaraan bermotor angkutan umum orang ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen).
(3)   Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk kendaraan bermotor angkutan umum barang ditetapkan sebesar 70% (tujuh puluh persen).
(4)   Dasar pengenaan BBN-KB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) untuk kendaraan bermotor angkutan umum barang ditetapkan sebesar 70% (tujuh puluh persen).

Pasal 6
(1)   Dasar pengenaan PKB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 khusus kendaraan baru untuk kendaraan alat-alat berat dan alat- alat besar ditetapkan sebesar 40% (empat puluh persen).
(2)   Dasar pengenaan BBN-KB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) khusus Penyerahan Pertama untuk kendaraan alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan sebesar 40% (empat puluh persen).
(3)   Dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan alat-alat berat dan alat-alat besar selain yang ditetapkan pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sebesar 60% (enam puluh persen).

Bagian Kedua
Kendaraan Bermotor Ubah Bentuk

Pasal 7
(1)   NJKB ubah bentuk sebagai dasar penghitungan PKB dan BBN-KB ditetapkan berdasarkan hasil penjumlahan NJKB dengan nilai jual ubah bentuk.
(2)   NJKB dan nilai jual ubah bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Menteri ini.
(3)   Kendaraan bermotor ubah bentuk lainnya yang nilai jualnya belum tercantum dalam Lampiran II Peraturan Menteri ini, ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
(4)   Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 7 (tujuh) hari sejak ditetapkan.

Bagian Ketiga
Kendaraan Bermotor yang Dioperasikan di Air

Pasal 8
(1)   Penghitungan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air ditetapkan berdasarkan penjumlahan nilai jual rangka/body dan nilai jual motor penggerak kendaraan bermotor di air.
(2)   NJKB untuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan HPU atas suatu kendaraan bermotor yang dioperasikan di air pada minggu pertama bulan Desember tahun 2009.
(3)   Nilai jual rangka/body kendaraan bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut jenis, isi kotor (GT/gross tonnage) antara GT 5 sampai dengan GT 7, fungsi, dan umur rangka/body.
(4)   Nilai jual motor penggerak kendaraan bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut daya kuda/horse power dan umur motor.

Pasal 9
(1)   Jenis kendaraan bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dibedakan berdasarkan jenis bahan konstruksi rangka/body, yaitu:
a.  kayu;
b.  serat, fiber, karet, dan sejenisnya; dan
c.   besi, baja, ferrocement, dan sejenisnya.
(2)   Penggunaan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dikelompokkan berdasarkan fungsi:
a.  angkutan penumpang dan/atau barang;
b.  penangkap ikan;
c.   pengerukan;
d.  pesiar, olahraga atau rekreasi.

Pasal 10
(1)   NJKB untuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada Pasal 8 ayat (2) dijadikan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
(2)   Dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III Peraturan Menteri ini.

Bagian Keempat
Alat-Alat Berat dan Alat-Alat Besar

Pasal 11
(1)   Dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk alat-alat berat dan alat- alat besar ditetapkan berdasarkan NJKB alat-alat berat dan alat-alat besar.
(2)   NJKB alat-alat berat dan alat-alat besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan HPU atas suatu alat-alat berat dan alat-alat besar pada minggu pertama bulan Desember tahun 2009.

Pasal 12
(1)    Nilai jual alat-alat berat dan alat-alat besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dijadikan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk alat-alat berat dan alat-alat besar.
(2)    Dasar pengenaan PKB untuk alat-alat berat dan alat-alat besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I Peraturan Menteri ini.

Bagian Kelima
Tambahan Lampiran

Pasal 13
(1)   Penghitungan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang jenis, merek, tipe dan nilai jualnya belum tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri sebagai tambahan Lampiran Peraturan Menteri ini.
(2)   Penghitungan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air yang nilai jualnya belum tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, ditetapkan Iebih lanjut dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri sebagai tambahan Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 14
(1)   Gubernur dapat menetapkan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan bermotor:
a.  Jenis, merek dan tipe yang belum tercantum dalam Lampiran dan tambahan Lampiran Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan:
1)  untuk tahun pembuatan terbaru nilai jualnya ditetapkan 10% (sepuluh persen) di bawah harga kosong (off the road) atau 21,5% (dua puluh satu koma lima persen) di bawah perkiraan harga isi (on the road);
2)  untuk tahun pembuatan Iebih tua, nilai jualnya ditetapkan berdasarkan HPU atau dengan membandingkan jenis, merek, tipe, isi silinder, dan tahun pembuatan dari negara produsen yang sama.
b. Jenis, merek dan tipe yang telah tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini, dengan ketentuan:
1)  untuk tahun pembuatan Iebih baru, nilai jualnya ditetapkan dengan penambahan 5% (lima persen) setiap tahun dari nilai jual tahun sebelumnya;
2)  untuk tahun pembuatan Iebih tua, nilai jualnya ditetapkan berdasarkan nilai jual tahun pembuatan terakhir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri ini dengan penurunan 5% (lima persen) setiap tahun dengan maksimal penurunan 5 (lima) tingkat atau disesuaikan dengan HPU yang berlaku di Daerah masing-masing.
(2)   Gubernur dapat menetapkan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB atas Kereta Gandeng atau Tempel, dan Tambahan atau selisih nilai jual kendaraan bermotor ganti mesin yang belum tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(3)   Dasar pengenaan PKB dan BBN-KB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur dan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

Pasal 15
(1)   Gubernur dapat menetapkan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air untuk gandengan/tempel (ponton, tongkang dan sejenisnya) yang belum tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(2)   Penetapan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB untuk kendaraan bermotor yang dioperasikan di air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 7 (tujuh) hari setelah ditetapkan.

BAB III
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 16
Perubahan fungsi kendaraan bermotor pribadi (bukan umum) menjadi kendaraan bermotor angkutan umum harus memenuhi persyaratan izin usaha angkutan dan/atau izin trayek.

Pasal 17
(1)   Gubernur menetapkan Peraturan Gubernur untuk melaksanakan dasar pengenaan PKB dan BBN-KB berdasarkan Peraturan Menteri ini paling lambat 45 (empat puluh lima) hari sejak ditetapkannya Peraturan Menteri ini.
(2)   Peraturan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri paling lambat 7 (tujuh) hari sejak ditetapkan.

Pasal 18
Dalam hal Peraturan Daerah tidak mengatur kendaraan bermotor yang dioperasikan di air, Gubernur tidak menerbitkan Peraturan Gubernur yang mengatur kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
Pasal 19
(1)   Ketentuan mengenai prosentase dasar pengenaan PKB dan BBN-KB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dikecualikan apabila daerah belum menetapkan Peraturan Daerah yang mengatur PKB dan BBN-KB belum ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
(2)   Ketentuan mengenai isi kotor (GT/gross tonage) antara GT 5 sampai dengan GT 7 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dikecualikan apabila daerah belum menetapkan Peraturan Daerah yang mengatur PKB dan BBN-KB belum ditetapkan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 20
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
1.     Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2009 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan di Atas Air dan Bea Balik Nama Kendaraan di Atas Air; dan
2.     Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2009 tentang Penghitungan Dasar Pengenaan PKB dan BBN-KB;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 21
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Maret 2010
MENTERI DALAM NEGERI,
            
                   ttd

       GAMAWAN FAUZI

Permendagri Nomor 51 Tahun 2010

MENTERI DALAM NEGERI
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI
NOMOR 51 TAHUN 2010

TENTANG

PEDOMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN DAERAH TAHUN 2011

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI,

Menimbang
:
Bahwa ketentuan Pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, mengamanatkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk menyusun Kebijakan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
Mengingat
:
1.             
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang  Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);


2.             
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004     Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3455);


3.             
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);


4.             
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004      Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia  Tahun 2008 Nomor 59,  Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);


5.             
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);


6.             
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008      Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);


7.             
Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005     Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4594);


8.             
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);


9.             
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);


10.           
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816);


11.           
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur Selaku Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);


12.           
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;



MEMUTUSKAN:




Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH       TAHUN 2011.





Menetapkan
:
PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI TENTANG PEDOMAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH       TAHUN 2011.


Pasal  1

Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan :
1.    Pedoman pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah acuan, sasaran dan prioritas pengawasan dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2.    Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemerintahan daerah berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.    Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pasal 2

(1)  Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2011 meliputi :
a.    Umum;
b.    Pokok-pokok Kebijakan;
c.    Ruang Lingkup Pengawasan; dan
d.    Obyek Pengawasan.
(2)  Uraian Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2011 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.

Pasal 3

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Menteri Dalam Negeri ini diundangkan dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. 

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal  22 September 2010   
MENTERI DALAM NEGERI,



GAMAWAN FAUZI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 22 September 2010
MENTERI HUKUM DAN HAM
REPUBLIK INDONESIA,



PATRIALIS AKBAR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR 457